(Bagian ketiga)
C. Sisi Lain Orang Desa
Kehidupan di era jaman sekarang yang merupakan era jaman hedonism, orang orang yang wajar. Kehidupan yang hanya mementingkan diri sendiri maupun golongan adalah gejala yang timbul terutama di kota kota besar di Indonesia sedikit banyak dipengaruhi oleh kebudayaan barat. Orang orang yang seperti itu kebanyakan mempunyai tujuan untuk memperoleh material ataupun kekuasaan. Mereka rela mengorbankan apapun dan memperoleh dengan cara apapun untuk mencapai tujuan yang hendak diraih. Di dalam bukunya Munandar Sulaeman yang berjudul Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar, menyebutkan bahwa barat dalam cara berpikir dan hidupnya lebih terpikat oleh kemajuan material dan hidup sehingga tidak cocok dengan cara berpikir untuk meninjau makna dunia dan makna hidup. Mereka menganggap ada tiga nilai penting yang mendasari semua nilai di barat, yakni martabat manusia, kebebasan, dan teknologi. Dalam hal manusia, mereka beranggapan bahwa manusia adalah ukuran segalanya. Maksudnya manusia mempunyai kemampuan untuk menyempurnakan hidupnya sendiri, dengan syarat bertitik tolak dari rasio, intelek, dan pengalaman.
Pengertian kebudayaan merujuk dari bukunya Munandar Sulaeman yang berjudul Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar menyebutkan bahwa kebudayaan ataupun yang disebut peradaban, mengandung penertian yang luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hokum, adat istiadat (kebiasaan) dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat. Kata kebudayaan berasal dari kata sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Sedangkan kata “budaya”, merupakan perkembangan majemuk dari “budi daya” yang berarti “daya dari budi” sehingga dibedakan antara “budaya” yang berarti “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa.
Menurut dimensi wujudnya, kebudayaan mempunyai tiga wujud, yaitu :
· Kompleks gagasan, konsep, dan pikiran manusia.
Wujud ini disebut system budaya, sifatnya abstrak, tidak dapat dilihat, dan berpusat pada kepala-kepala manusia yang menganutnya. Disebutkan bahwa system budaya karena gagasan dan pikiran tersebut tidak merupakan kepingan-kepingan yang terlepas, melainkan saling berkaitan berdasarkan asas-asa yang erat hubungannya, sehingga menjadi system gagasan dan pikiran yang relative mantap dan kontinyu.
· Kompleks aktivitas, berupa aktivitas manusia yang saling berinteraksi, bersifat konkret, dapat diamati atau diobservasi.
Wujud ini sering disebut moral social. Sistem social ini tidak dapat melepaskan diri dari sistem sosial.
· Wujud sebagai benda. Aktivitas manusia yang saling berinteraksi tidak lepas dari berbagai penggunaan peralatan sebagai hasil karya manusia untuk mencapai tujuan. Aktivitas karya manusia tersebut menghasilkan benda untuk berbagai keperluan hidupnya. Kebudayaan dalam bentuk fisik yang konkret biasa juga disebut kebudayaan fisik, mulai dari benda yang diam sampai benda yang bergerak.
Masyarakat yang berada di sekitar pegunungan Kendeng Selatan yang masuk dalam wilayah kabupaten Banyumas memiliki budaya tersendiri. Budaya yang ada merupakan budaya masyarakat Banyumas. Budaya Banyumasan memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan wilayah lain di Jawa Tengah, tetapi masih mempunyai kaitan dengan budaya jawa. Hal ini dapat kita lihat salah satunya adalah sejarah desa Selanegara Kecamatan sumpiuh yang terdapat dalam RPJM th 2014-2019 Desa Selanegara. Dahulu kala, desa Selanegara merupakan desa yang masuk dalam kademangan Gumelem. Kademangan Gumelem merupakan kadimangan yang masuk dalam kekuasaan Mataram pada waktu itu. Kebudayaan Banyumas yang memiliki ciri khas tersendiri karena letak geografisnya yang terletak pada pinggiran wilayah kerajaan Mataram mengakibatkan adanya pengaruh kebudayaan yang berada di sebelah barat Banyumas yaitu kebudayaan Sunda. Kebudayaan Banyumas mempunyai pola kesederhanaan, dan kehidupan masyarakat Banyumas yang berpola kehidupan tradisional-agraris. Karakter masyarakat Banyumas adalah karakater masyarakat yang sangat egaliter tanpa mengenal istilah ningrat atau priyayi seperti halnya kebudayaan jawa pada masa kerajaan-kerajaan masa dahulu kala. Kebudayaan banyumas yang agak berbeda tersebut dapat terlihat dari bahasanya yaitu bahasa Banyumasan yang pada dasarnya tidak mengenal tingkatan status sosial. Penggunaan bahasa halus (kromo) yang ada di banyumas merupakan serapan akibat interaksi intensif dengan masyarakat Jawa lainnya (wetanan) dan masyarakat yang berada di sebelah baratnya. Hal ini menunjukkan kemampuan masyarakat Banyumasan dalam mengapresiasi budaya luar yang ada. Pengaruh feodalisme memang terasa dalam kebudayaan Banyumas tetapi itu bukan merupakan karakter asli masyarakat Banyumasan. Masyarakat Banyumas juga adalah masyarakat egaliter, dan selain itu masyarakat Banyumasan juga dikenal memiliki kepribadian yang jujur serta berterus terang atau dalam masyarakat Banyumas biasa menyebutnya dengan Cablaka /Blakasuta.
Kebudayaan Banyumas juga dipengaruhi oleh kebudayaan India (Budha-Hindu). Hal ini dibuktikan masih adanya pura atau vihara yang terdapat pada wilayah Banyumas khususnya desa yang berada di sekitar pegunungan Kendeng Selatan. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa dalam hal sistem kepercayaan, pengaruh Hindu-Budha tercermin pada kuatnya kepercayaan animisme, dinamisme, totemisme dan dewa-dewi seperti yang dianut nenek moyang orang Banyumas. Kepercayaan tersebut juga mempercayai akan adanya kekuatan-kekuatan supranatural yang datang dari alam dan roh nenek-moyang serta dari lainnya. Pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di daerah Banyumas dibuktikan dengan adanya berbagai macam ritual yang dilakukan secara berkala yang dihitung berdasarkan kalender Jawa maupun pranata mangsa yang masih dianut oleh sebagian masyaraka sekitar pegunungan Kendeng Selatan sampai saat ini. Misalnya: ritual ruat bumi, suran, sadranan dan masih banyak lagi lainnya. Dalam kehidupan sosial, masyarakat desa masih mempercayai terhadap takhayul, kekuatan-kekuatan supranatural yang menghiasi kehidupan masyarakat desa dan kepercayaan tentang ketuhanan menggambarkan pencampuran antara sistem kepercayaan dan ajaran agama. Hal ini membuktikan masyarakat desa yang sangat dipengaruhi oleh ajaran animisme-dinamisme dan perkembangan Islam abangan.
Masyarakat yang berada di sekitar pegunungan Kendeng Selatan masih banyak yang memegang teguh kebudayaan Banyumas terutama masyarakat yang berada di pegunungan Kendeng Selatan. Masyarakat yang berada di lembah pengunungan sudah sangat heterogen. Kebudayaan Banyumas seharusnyalah dijaga kelestariannya. Pengaruh-pengaruh ajaran animisme-dinamisme dan perkembangan Islam abangan sampai saat ini masih eksis di dalam kehidupan masyarakat. Ada sisi negatifnya dari pengaruh kepercayaan yang masih dianut oleh masyarakat tersebut yang berhubungan dengan program pemberdayaan masyarakat. Sisi negative dari kepercayaan yang masih dianut oleh sebagian masyarakat seperti hal dimulainya waktu pelaksanaan pekerjaan fisik. Masyarakat setempat menghendaki bahwasanya awal pelaksanaan pekerjaan fisik yang ada harus sesuai dengan hitungan hari masyarakat setempat. Hitungan hari yang dimaksud adalah hitungan hari berdasarkan hitungan jawa yang mereka anut. Kepercayaan masyarakat setempat ini mempengaruhi jadwal pelaksanaan yang telah direncanakan sebelumnya, sehingga pengurus OMS mau tidak mau mengikuti kehendak masyarakat setempat.
Ada juga kepercayaan masyarakat yang mengharuskan untuk mengadakan sesaji sebelum dimulainya pekerjaan, ada sebagian masyarakat mempercayai mengadakan tradisi “slametan” selama proses pekerjaan yang ada, atau mengadakan ritual-ritual khusu yang mereka percayai, atau mengadakan pagelaran wayang kulit semalam suntuk dan masih banyak lagi. Hal-hal seperti itu merupakan dinamika dan sisi lain dari program pemberdayaan masyarakat yang mau tidak mau orang-orang yang terlibat di dalam program pemberdayaan masyarakat ini harus mempunyai kebijakan tersendiri, karena pemberdayaan masyarakat harus melibatkan secara aktif semua masyarakat setempat. Kaum perempuanpun sangat didorong berperan aktif dan ikut serta dalam pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat tidak hanya mendorong kaum laki-laki untuk berpartisipasi namun kaum hawa juga didorong aktif untuk berpartisipasi.Prinsip kemandirian yang tidak membedaka-bedakan gender, malah setiap ada kegiatan diwajibkan kaum perempuan hadir. Pada kenyataannya, ada desa yang bisa kaum perempuannya aktif tetapi tidak semua desa yang kaum perempuannya berperan aktif, walaupun ada beberapa yang aktif dalam kegiatan. Hal ini terkendala adanya kegiatan yang ada di rumah mereka masing-masing atau pun kesibukan sebagian mereka bekerja atau pun yang lain.
Bersambung...
No comments:
Post a Comment