Tuesday, 12 May 2015

Hidup Ini Sandiwara, Bukan Belaka!



Dari kecil kita mendengar hidup ini sandiwara tetapi karena – mungkin – ditambah embel-embel “belaka” akhirnya konotasi yang melekat terkesan hidup ini main-main, apalagi terkadang masih ditambah di depannya kata “hanyalah”. Lengkaplah kesan main-main itu. Padahal sandiwara adalah exhibisi permainan (the game) yang berbeda dengan main-main. Permainan memiliki konsekuensi penilaian kalah dan menang. Konsekuensi itu juga melahirkan dampak psikologis bagi pemain dan bentuk penerimaan di tingkat penonton. Kalau permainan dapat dimenangkan maka akan membuat pemain (baca: kita) merasa puas (satisfied) dan membuat penonton memberi reward. Sebaliknya jika kalah maka pemain merasa kecewa (dissapointed) dan penonton tidak punya alasan riil untuk memberi reward. Tidak hanya itu saja, bahkan kekalahan itu sering menghabiskan waktu, energi, dan perhatian kita untuk membuat “pembelaan-diri” dengan segala cara agar penonton tidak mengecam kekalahan.
Bagian paling mendasar agar kualitas permainan (sandiwara) membuat kita satisfied adalah memahami naskah sebelum memahami peta geografi panggung dan demografi penonton. Seorang pemain yang tidak memahami naskah sandiwara akan membuat space panggung lebih besar dari space pikirannya. Kalau dipaksakan main maka akan membuat banyak peristiwa panggung yang tidak terpikirkan (missing-link) atau mudah terkena penyakit demam panggung. Kalau hal ini terjadi maka bentuk pembelaan-diri apapun di hadapan penonton tidak bermanfaat untuk menangkis peristiwa yang tidak diinginkan terjadi.
Kiasan diatas mewakili gambaran yang terjadi di seluruh wilayah hidup kita. Seorang pemimpin perusahaan yang tidak memahami naskah akan membuat dirinya mudah kecolongan/kebobolan yang tidak jarang justru berakhir dengan kebangkrutan. Seorang sopir yang space fisik mobil lebih besar dari space pikirannya akan membuat ia tidak tahu ke mana mobil harus diarahkan dan kalau tetap menjalankannya juga maka akan gampang terjadi kecelakaan. Demikian juga dengan diri kita. Bedanya, kita adalah pemain sekaligus penyusun naskah. Karena kitalah yang (mestinya) tahu peta panggung internal dan eksternal sekaligus lingkungan khalayak penonton.


Sumber : http://e-psikologi.com/lain-lain/ubay.htm

No comments:

Post a Comment