Dari
kecil kita mendengar hidup ini sandiwara tetapi karena – mungkin – ditambah
embel-embel “belaka” akhirnya konotasi yang melekat terkesan hidup ini
main-main, apalagi terkadang masih ditambah di depannya kata “hanyalah”.
Lengkaplah kesan main-main itu. Padahal sandiwara adalah exhibisi permainan (the
game) yang berbeda dengan main-main. Permainan memiliki konsekuensi
penilaian kalah dan menang. Konsekuensi itu juga melahirkan dampak psikologis
bagi pemain dan bentuk penerimaan di tingkat penonton. Kalau permainan dapat
dimenangkan maka akan membuat pemain (baca: kita) merasa puas (satisfied)
dan membuat penonton memberi reward. Sebaliknya jika kalah maka pemain merasa
kecewa (dissapointed) dan penonton tidak punya alasan riil untuk memberi reward.
Tidak hanya itu saja, bahkan kekalahan itu sering menghabiskan waktu, energi,
dan perhatian kita
untuk membuat “pembelaan-diri” dengan segala cara agar penonton tidak mengecam
kekalahan.
Kiasan
diatas mewakili gambaran yang terjadi di seluruh wilayah hidup kita. Seorang
pemimpin perusahaan yang tidak memahami naskah akan membuat dirinya mudah
kecolongan/kebobolan yang tidak jarang justru berakhir dengan kebangkrutan.
Seorang sopir yang space fisik mobil lebih besar dari space
pikirannya akan membuat ia tidak tahu ke mana mobil harus diarahkan dan kalau
tetap menjalankannya juga maka akan gampang terjadi kecelakaan. Demikian juga
dengan diri kita. Bedanya, kita adalah pemain sekaligus penyusun naskah. Karena
kitalah yang (mestinya) tahu peta panggung internal dan eksternal sekaligus
lingkungan khalayak penonton.
Sumber : http://e-psikologi.com/lain-lain/ubay.htm
No comments:
Post a Comment