Keserakahan
(bagian 1)
Disadur dari sebuah mailing list..
Merenung begitu banyak kejahatan yang dilakukan tersistematis yang
dilakukan oleh orang-orang berdasi yang notabene adalah orang yang
berpenghasilan luar biasa, tetapi kenapa seorang yang berpenghasilan
banyak selalu berfikir untuk menambah lagi dan lagi, walau banyak
orang mengakui kebahagian tidak datang dari banyaknya harta yang di
miliki.
Kalau kita renungkan secara mendalam, semua kejahatan yang ada di
dunia ini berasal dari satu kata: keserakahan. Dan, akar keserakahan
adalah pada cara kita memandang hidup ini. Selama kita melihat diri
kita semata-mata makhluk fisik belaka, selama itu pula kita tak dapat
membendung keinginan kita untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya.
Betapa banyaknya dalam kehidupan sehari-hari kita melihat orang yang
berpenghasilan biasa-biasa saja, tetapi memiliki harta yang luar biasa
banyaknya.
Ada banyak alasan yang dapat dikemukakan untuk merasionalkan hal itu.
Pertama, semua orang yang mendapat kesempatan pasti akan melakukannya.
Kedua, penghasilan yang saya dapatkan terlalu kecil dan tidak seimbang
dengan pengorbanan yang saya berikan. Ketiga, toh kekayaan yang saya
dapatkan tidak saya nikmati sendiri tetapi saya gunakan untuk membantu
anak yatim, membiayai orang tua dan saudara yang sedang sakit,
membangun sekolah, dan sebagainya. Dengan berbagai alasan tersebut
kita mendapatkan ''ketenangan sementara'' karena seolah-olah perbuatan
yang kita lakukan telah berubah menjadi legal, rasional atau paling
tidak dapat dimaklumi.
Namun, ketenangan semacam ini tidaklah langgeng. Pasti ada sesuatu
dalam diri kita yang kembali mengusik kita, membuat kita resah dan
gelisah. Perhatikanlah orang-orang yang hidup dengan cara ini. Mereka
sangat rentan terhadap perubahan yang sekecil apapun. Mereka sangat
jauh dari ketentraman yang sejati. Betapapun banyaknya harta yang
mereka kumpulkan tak akan pernah melahirkan perasaan cukup dan puas.
ada kisah menarik dari Willi Hoffsuemmer beliau pernah menulis kisah
tentang Smith dan guru kepala yang sedang berdiri dekat gelanggang
anak-anak, tempat anak-anak bersukaria sepuasnya. Smith bertanya
kepada guru kepala, “Mengapa terjadi bahwa setiap orang ingin bahagia,
namun sangat sedikit yang mengalaminya?” Sang guru kepala memandang ke
arah gelanggang anak-anak, lantas menjawab, “Anak-anak itu tampak
sungguh bahagia.”
Dengan agak keheranan, Smith berkata, “Sudah tentu mereka bahagia
karena satu-satunya yang mereka lakukan adalah bermain.” “Kamu benar,”
ucap sang guru, “tetapi apa yang sesungguhnya menghalangi kaum dewasa
berbahagia seperti itu juga dapat menghalangi anak-anak berbahagia.”......
Bersambung.......
No comments:
Post a Comment